Suar.ID -Indonesia tengah dilandai musim kemarau yang berakibat surutnya air beberapa tempat, salah satunya Waduk Gajah Mungkur, di Wonogiri.
Waduk Gajah Mungkur dimanfaatkan untuk mengendalikan banjir, perairan lahan pertanian, serta perikanan.
Waduk Gajah Mungkur juga merupakan salah satu ikon wisata di kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Mengutip dari Kompas Travel (10/9/2019), saat ini air di Waduk Gajah Mungkur surut hingga memperlihatkan apa yang ada di dasar waduk.
Baca Juga: Dokter Kaget Bukan Main ketika Mengetahui Ada Tumor Raksasa yang Bersarang di Perut Pak Agus
Diantaranya jembatan hingga pemakaman lawas yang masih terlihat nyaris utuh.
Waduk ini membentang seluas sekitar 8.800 hektar yang mencakup tujuh kecamatan, yakni Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno, Giriwoyo, Eromoko, dan Wuryantoro.
Waduk Gajah Mungkur berada sekitar 6 kilometer sebelah selatan Kota Wonogiri.
Waduk besar ini biasanya terlihat saat perjalanan dari Kota Wonogiri menuju Kecamatan Pracimantoro atau Baturetno.
Pembangunan waduk yang dimulai tahun 1976 silam ini menenggelamkan kawasan permukiman di tujuh kecamatan.
Masyarakat terdampak pun direlokasi melalui transmigrasi 'bedhol desa' ke beberapa wilayah Sumatera.
Saat musim kemarau seperti sekarang ini, debit air di Waduk Gajah Mungkur mengalami penurunan.
Dampaknya, peninggalan pemukiman masa lalu yang ditenggelamkan kembali terlihat.
Salah satunya berupa jalan di dasar waduk yang bahkan masih bisa dilalui kendaraan seperti mobil dan motor.
Pengendara pun bisa melintasi jalan itu dari Pasar Wuryantoro sampai sisi selatan waduk.
Menelusuri jalan itu, akan dijumpai peninggalan lain berupa jembatan beraspal.
Jembatan tersebut juga masih kokoh dan bisa dilalui kendaraan.
Dahulu, jalan yang ada di timur Pasar Wuryantoro termasuk jembatan itu merupakan jalur utama dari Wonogiri sampai Kecamatan Pracimantoro.
Selain itu beberapa sisa-sisa pemukiman masa lalu juga masih ada seperti sumur hingga bekas fondasi dan tiang rumah masih bisa ditemukan hingga sekarang.
Reruntuhan itu berada di antara padang rumput hijau yang biasa muncul saat waduk surut.
Peninggalan lain selebihnya ada di tengah hamparan persawahan.
Warga sekitar memang memanfaatkan lahan waduk yang surut untuk menanam padi.
Makam-makam lawas pun juga terlihat di sisi timur persawahan.
Batu-batu nisan pemakaman beberapa tampak hancur tergerus air dan ada pula puing-puing ynag berserakan.
Namun, masih ada beberapa diantaranya yang berdiri kokoh.
Bahkan identitas di batu nisan masih ada yang bisa terbaca.
Salah satu nisan beruiskan tanggal kematian 26-8-1979.